Postingan

Peristiwa Kecelakaan Hasya dan Selvi, Pertaruhan Profesionalisme Polisi

Setelah polisi menetapkan almarhum Mohammad Hasya Athalla Saputra sebagai tersangka karena kecelakaan lalu lintas yang menghilangkan nyawanya, berbagai macam opini publik menyuarakan keresahan terhadap keputusan pihak polisi. Keberpihakan polisi dalam kasus serupa yang merenggut nyawa sipil juga turut dipertanyakan dari kejadian kecelakaan yang menewaskan seorang mahasiswi di Cianjur, Jawa Barat. 

Senin (30/1/2023), Polda Metro Jaya lekas membentuk tim pencari fakta untuk tujuan menelisik kembali kecelakaan lalu yang melibatkan pengendara motor berusia 18 tahun tersebut dengan mobil yang dikendarai pensiunan Polri yang bernama Ajun Komisaris Besar (Purn) Eko Setio Budi Wahono, di daerah Jagakarsa, Jakarta Selatan, Kamis (6/10/2022) malam. ”Kami sudah mendengar berbagai masukan baik dari akademisi maupun dari teman-teman media, dari politisi, dan segenap lapisan masyarakat. Juga tentunya atas perintah dan arahan Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo,” ucap Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Fadil Imran, di Jakarta. Tim tersebut akan terdiri dari pihak internal Polda Metro Jaya, antara lain Inspektur Pengawas Daerah (Irwasda), Profesi dan Pengamanan, Bidang Hukum, juga Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya. 

Korps Lalu Lintas Polri dikabarkan juga akan dilibatkan untuk investigasi kejahatan secara saintifik. Pihak eksternal juga tak luput untuk dilibatkan, seperti pakar keselamatan transportasi, pengawas eksternal kepolisian, pakar hukum, ahli otomotif, agen tunggal pemegang merek (ATPM), maupun media. ”Dari fakta-fakta nanti akan kami tindak lanjuti. Semoga rasa keadilan dan kepastian hukum bisa kita peroleh di dalam langkah-langkah tersebut,” papar Fadil. Kronologi Singkat Kecelakaan Hasya dan Eko Pada Jumat (27/1/2023), Polda Metro Jaya mengumumkan bahwasanya Hasya resmi ditetapkan sebagai tersangka. Hasya dinilai lalai dalam mengendarai sepeda motor sehingga menyebabkan kecelakaan. 

Berdasarkan kronologi kejadian yang tercatat, Hasya yang memboncengkan salah seorang rekannya melintasi Jalan Srengseng Sawah dari selatan ke utara yang basah lantaran hujan gerimis, dengan kecepatan kira-kira 60 kilometer (km) per jam. Tiba-tiba sebuah mobil di depan keduanya berbelok sehingga Hasya mengerem secara mendadak. Pengereman tersebut lantas membuat motor yang dibawa Hasya tergelincir sehingga jatuh ke sebelah kanan jalan. Tepat ketika motor jatuh ke arah jalan yang berseberangan, mobil Pajero yang dikendarai Eko melaju dengan kecepatan 30 km per jam dan seketika menabrak Hasya. Dalam posisi tersebut, penyidik menimbang bahwasanya Eko sulit menghindari tabrakan maut itu meski diklaim ada upaya banting setir. Pengereman mendadak yang mengakibatkan motor almarhum Hasya tergelincir menjadi penentu status tersangka dalam kecelakaan tragis itu. 

Akan tetapi, penyidikan kasus tidak segera dilanjutkan atau SP3, yang telah diatur dalam Pasal 77 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar, Latif Usman menyebut, polisi memberikan SP3 dengan mempertimbangkan bahwa kasus tersebut sudah kedaluwarsa, tidak cukup bukti, serta tersangka meninggal dunia. Di samping itu, selain karena tidak adanya iktikad baik dari Eko, pihak keluarga sedari awal menilai terdapat sejumlah kejanggalan dari penyelidikan kasus tersebut. 

Mereka menemukan polisi sangat lamban dalam mengusut kasus tersebut dan cenderung enggan memproses laporan keluarga. Beberapa kejanggalan lain pun ditemukan, seperti adanya surat pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikan (SP2HP) yang dinilai berbeda konteks pada 17 Januari lalu. Menanggapi rencana pembentukan tim pencari fakta yang dilakukan oleh Polda Metro Jaya, Gita Paulina dari tim kuasa hukum keluarga Hasya mengaku bahwa mereka akan menantikan rencana tersebut ditunaikan. Sejauh ini mereka belum dapat memberikan tanggapan lebih lanjut terhadap rencana tersebut.
 ”Kami belum tahu apa dasarnya. Kembali lagi, kami harus menelaah lagi apa, sih, tim ini? Buat apa nanti hasilnya secara hukum. Kalau kami diikutsertakan, kami, sih, terbuka,” ucap Gita per telepon. Kecelakaan di Cianjur Jawa Barat Kapolres Cianjur, Ajun Komisaris Besar Doni Hermawan, di dalam rilis tertulisnya, menyebutkan, mereka menetapkan Sugeng Guruh Gautama Legiman (40) sebagai tersangka kecelakaan yang menyebabkan orang kehilangan nyawa atau meninggal. 

Sugeng merupakan seorang sopir mobil sedan Audi. Kronologi kejadian diawali ketika Selvi yang mengendarai motor dari arah Bandung menuju Cianjur menabrak sebuah mobil angkot di depannya. Akibatnya, Selvi terpental ke arah kanan jalan walaupun masih berada di jalurnya. Tidak lama berselang, mobil yang melaju dari arah berlawanan menabrak Selvi hingga dirinya tewas di tempat. 

Adapun mobil penabrak korban tersebut segera kabur setelah insiden nahas itu. Dari proses penyelidikan, polisi menetapkan Sugeng, selaku pengendara mobil sedan, sebagai tersangka usai memeriksa sejumlah saksi dan tujuh rekaman kamera CCTV di lokasi kejadian. Saksi penumpang mobil yang dibawa Sugeng menyatakan, mobil tersebut tengah mengikuti iring-iringan kendaraan dinas patroli serta pengawalan (Patwal) Polri. Pernyataan itu pun disampaikan pula oleh beberapa saksi lain yang diperiksa polisi. Kendati demikian, Yudi Junaidi, kuasa hukum pihak keluarga korban, menemukan fakta yang justru bertolak belakang. 

Dari bukti-bukti yang ada, seperti keterangan saksi yang ada maupun rekaman kamera CCTV, kendaraan yang diduga menabrak Selvi adalah berjenis MPV (multipurpose vehicle). ”Kejadian pukul dua. Sekitar pukul tiga, keluarga koban sudah investigasi dengan menyisir tempat kejadian, minta rekaman CCTV di sekitar lokasi, dan mengobrol dengan saksi. Ketika polisi bergerak, ternyata beda versi,” jelas Yudi. Bukti-bukti tersebut, kata Yudi, sudah ia pastikan cukup kuat. Ia pun telah menyerahkannya ke polisi serta meminta data yang dapat mereka diselidiki. Sayangnya, polisi justru tidak menggubris data versi korban. ”Kami hormati data polisi, tetapi data di kami tidak digubris sehingga kepolisian ambil kesimpulan sepenggal. Jadi, yang dimunculkan di sidang pengadilan dipaksakan dengan sepenggal data yang mengarah pada bukti lain dari versi kuasa hukum korban,” terangnya. Sampai saat kini, Yudi pun menyayangkan persoalan di kepolisian yang memunculkan banyak tanda tanya besar. ”Di daerah, masih sering kejadian seperti ini, entah by design atau karena pemahaman terhadap hukum warganya kurang bagus,” paparnya. 

Kepercayaan terhadap Pihak Kepolisian Anggota Komisi III Bidang Hukum DPR, Arsul Sani, melihat kedua kasus tersebut sudah menimbulkan kritik terbuka di media arus utama maupun di media sosial. Kritik ini pun berpotensi membuat masyarakat sulit untuk kembali memulihkan kepercayaan terhadap institusi Polri. ”Kalau ada kritik demikian enggak akan me-recovery kepercayaan masyarakat terhadap Polri,” katanya kepada Kompas. Menurutnya, Polri harus segera mendalami secara serius anggotanya yang terlibat dalam kedua kasus kecelakaan itu. Pada kasus Hasya, contohnya, ia meminta Polri ikut mengingatkan anggota maupun purnawirawan yang dinilai masih jemawa. 

Terkait kasus kecelakaan di Cianjur, polisi perlu menjawab akan sejauh mana proses penyidikan dalam kaitannya mengusut masalah mobil tersangka masuk dalam rombongan Patroli Pengawal. ”Itu semua harus dibuka dan disampaikan ke publik, untuk sekali lagi, agar publik tidak menilai jajaran kepolisian menerapkan jiwa korsa yang salah, seolah melindungi anggota polisi,” ucap Arsul tegas. 

Kamis ini, DPR akan mengundang orangtua almarhum Hasya dan tim kuasa hukum dari Universitas Indonesia ke rapat dengar pendapat. Hal ini dilakukan guna Dewan bisa lebih memberikan evaluasi ke Kapolri pada akhir Februari mendatang. Semoga kasus ini memberikan pelajaran bagi institusi Polri supaya tidak hanya menggunakan kata-kata humanis sebagai jargon, melainkan juga bentuk pengorbanan dan rasa tanggung jawab. Keyword: Kecelakaan, Hasya , Polisi

Posting Komentar

© Tau Nggak Sih. All rights reserved. Premium By Raushan Design